Thursday, January 21, 2010

LAYAR KACA AJARKAN ZINA

Oleh: Fahrur Mu'is

Fenomena ‘tak laku-laku’ di kalangan generasi muda Islam, mengakibatkan mereka ikut-ikutan dalam cara-cara yang dilarang agama. Bagaimana Islam memberi solusi?


Lagi-lagi, televisi menyuguhkan tayangan yang tak mendidik generasi muda. Tayangan itu adalah Take Me Out dan Take Him Out Indonesia. Tayangan tersebut merupakan bentuk kontak jodoh jenis baru yang diadopsi dari Amerika dan sudah ditayangkan juga di empat negara Eropa, yaitu Spanyol, Belanda, Denmark, dan Inggris.

Dalam Take Me Out misalnya, satu lelaki disuguhi sekitar 24 wanita. Penampilan mereka mengumbar aurat. Sang lelaki pun disuruh mengeluarkan daya pikatnya. Jika ada yang tertarik, maka pada malam itu juga keduanya resmi menjadi pasangan.

Dua jenis acara tersebut tidak mendidik dan jauh dari nilai-nilai Islam. Yang lebih parah lagi, tayangan tersebut menjadi konsumsi generasi muda. Apa jadinya jika generasi Islam menjadi seperti mereka?

Bagi orang yang tidak mengindahkan ajaran agama, mungkin tak melihat ada yang salah dari acara ini. Tapi, kalau dilihat dari kaca mata agama, kita akan menemukan hal-hal yang tidak sesuai dengan ajaran Islam. Apa itu?

1.Acara ini seperti mengundi nasib dalam memilih jodoh. Siapa yang tidak suka mematikan lampu dan yang suka tetap menyalakan lampu. Pria atau wanita tidak dapat menentukan pasangannya, melainkan diserahkan pada para peserta.

2.Peserta lebih banyak melihat figur calon pasangannya dari bentuk fisik tubuh dan harta, tanpa melihat agama dan akhlaknya.

3.Komentar-komentar peserta kepada calon pasangannya sering merendahkan harga diri.

4.Berpegangan, pelukan, dan sebagainya menjadi bagian dari peserta yang mendapat pasangan. Ini jelas haram hukumnya.

5.Bagi yang sudah dapat pasangan, akan disediakan ruangan untuk berduaan agar lebih mengenal satu sama lain.

6.Di luar acara, para peserta yang sudah dapat pasangan akan dipantau terus proses pacaran dan status hubungannya.

7.Acara ini tidak menjamin seseorang yang sudah mendapat pasangan untuk menikah.

Bagaimana kita memilih pasangan?

Menurut Islam, mencari istri atau suami tujuannya adalah untuk membina rumah tangga yang sakinah, mawadah, wa rahmah, dan bernilai ibadah. Tentunya ada rambu-rambu yang sudah ditentukan. Bagaimana Islam mengajarkan?

1. Pilih yang shalih atau shalehah

Jauh-jauh hari, Nabi telah menasihati siapa saja yang ingin menikah. Kata Nabi:

تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ ِلأَرْبَعٍ لِمَالِهَا وَلِحَسَبِهَا وَجَمَالِهَا وَلِدِينِهَا فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّينِ تَرِبَتْ يَدَاكَ
”Wanita itu dinikahi karena empat hal, yaitu karena hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan karena agamanya. Maka pilihlah wanita yang beragama, niscaya engkau akan beruntung.” (HR Bukhari Muslim).

Dari sini kita tahu bahwa keshalihan calon pasangan harus menjadi pertimbangan yang paling utama. Wanita yang cantik, kaya, dan dari keturunan mulia, misalnya, jika tidak shalehah maka Islam tidak menganjurkan untuk menikahinya.


2. Pilih yang berakhlak mulia

Tuntunan kedua dalam memilih pasangan menurut Islam adalah mengutamakan calon yang memiliki akhlak mulia. Rasulullah bersabda:

إِذَا أَتَاكُمْ مَنْ تَرْضَوْنَ خُلُقَهُ وَدِينَهُ فَزَوِّجُوهُ إِلاَّ تَفْعَلُوا تَكُنْ فِتْنَةٌ فِي اْلأَرْضِ وَفَسَادٌ عَرِيضٌ
”Apabila datang kepada kalian orang yang kalian sukai akhlak dan agamanya maka nikahkanlah dia. Jika tidak kalian lakukan maka akan terjadi fitnah (petaka) dan kerusakan yang besar di bumi.” (HR Tirmidzi dan Ibnu Majah).

Akhlak yang baik adalah tanda keimanan. Ia juga dapat melindungi seseorang dari berbuat sesuatu yang menyakiti teman hidupnya. Tanpa akhlak yang mulia, hubungan suami-istri tidak akan terjalin dengan baik. Rumah tangga pun tak akan bahagia karena keduanya akan saling merendahkan satu sama lainnya.

Selain kedua syarat utama tersebut, orang yang mencari pasangan juga diperbolehkan untuk memperhatikan kecantikan, nasab, pendidikan, latar belakang, dan kedekatan sifat calon pasangannya. Namun, yang dijadikan patokan dalam mengambil keputusan untuk menikah tetap agama dan akhlaknya.

Setelah ada calon pasangan yang dipilih, Islam menganjurkan kita untuk segera melamarnya. Hal itu sebagai langkah konkret menuju pernikahan. Selama belum terjadi akad nikah, kedua calon pasangan statusnya masih non-mahram. Islam melarang keduanya untuk kencan dan pacaran. Apalagi berduaan, bersentuhan, dan melihat auratnya.

Perlu kita ingat bahwa keluarga adalah pondasi yang mendasari bangunan masyarakat. Bila bangunan ini berdiri di atas pondasi yang kokoh, niscaya pernikahan itu akan menjadi pernikahan yang sukses. Masyarakat yang sukses merupakan buah dari pernikahan yang sukses. Sudah tentu, gagalnya pernikahan—akibat memilih pasangan karena fisik dan hartanya, bukan karena agama dan akhlaknya—menyebabkan kerugian moril dan materil yang besar bagi individu dan masyarakat. (www.ustadmuis.blogspot.com).

Saturday, January 9, 2010

MENJADI MUSLIM TERBAIK

Oleh: Abu Najib Abdillah Fahrur Mu'is

Sebagai pemeluk Islam, tak salah jika kita merenungkan tentang kualitas keimanan dan keislaman yang kita miliki saat ini. Bahkan, renungan seperti ini lazimnya selalu bergejolak dalam diri kita supaya mampu tampil menjadi yang terbaik di sisi Allah. Hal ini merupakan sebuah keniscayaan. Karena, sering kali, mayoritas umat ini telah merasa cukup dan merasa puas terhadap ibadah yang telah dilakukannya. Atau, karena faktor lingkungan yang sudah terkondisikan sedemikian rupa, sehingga timbul rasa malas dan enggan untuk melakukan muhasabah atas keimanan dan keislaman yang bersemayam dalam hati kita.

Telah kita pahami, bahwa iman selalu mengalami pasang surut. Iman bertambah dengan taat dan berkurang dengan maksiat. Oleh karena itu, Rasulullah memotivasi umatnya agar senantiasa memperbarui keimanan dengan cara menjalankan ibadah yang telah dianjurkan dalam Islam, yang sesuai dengan Al-Qur’an dan Sunnah.

Seorang muslim yang baik, seyogianya selalu meningkatkan kualitas ibadah yang dilakukannya. Rasulullah mengingatkan, "Barang siapa yang keadaan amalnya hari ini lebih jelek dari hari kemarin, maka ia terlaknat. Barang siapa yang hari ini sama dengan hari kemarin, maka ia termasuk orang yang merugi. Dan barang siapa yang hari ini lebih baik dari hari kemarin, maka ia termasuk orang yang beruntung." (HR. Bukhari).

Hadits di atas harus menjadi cambuk bagi kita untuk senantiasa giat beramal dan berupaya meningkatkannya setiap saat. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan jika dalam salah satu ayat Allah memerintahkan orang-orang yang beriman agar kembali beriman. Perintah ini menunjukkan bahwa keimanan yang dimiliki orang-orang beriman masih memiliki banyak kekurangan serta kelemahan, sehingga harus senantiasa dibenahi dan ditingkatkan lagi agar lebih baik dari sebelumnya.

Bentengi Diri dengan Iman

Perkembangan teknologi akhir-akhir ini, menjadikan dunia yang amat luas di era globalisasi ini menjadi sempit, mengecil, dan terbatas. Perubahan ini tentu saja berdampak positif dan negatif bagi kelangsungan hidup seorang muslim. Dampak negatif dari perubahan dan pergeseran zaman mampu mengguncang, menggeser, dan mengikis habis nilai-nilai moral dan iman. Bahkan, lebih jauh dari itu dapat menghancurkan masa depan dan peradaban manusia.

Oleh karena itu, seorang muslim harus membentengi diri dengan keimanan dan keislaman yang kuat. Tanpa iman yang kokoh kehidupan seorang muslim akan terombang-ambing dan bisa berujung pada kehancuran. Iman adalah pelita, yang menjadi penerang dan petunjuk pada jalan yang lurus.


Menjadi Muslim Terbaik

Perjalanan waktu harus memiliki arah positif bagi kaum muslimin, yaitu bagaimana kita mampu tampil ke depan, menjadi sosok individu yang saleh, dan mampu menjadi teladan dan panutan bagi orang lain. Seorang sahabat pernah bertanya kepada Rasulullah, "Muslim bagaimana yang paling baik itu?" Rasul menjawab, "Yaitu seorang muslim yang membuat orang-orang muslim atau lainnya selamat dari gangguan, kejahatan lisan, dan tangannya." (HR Muslim).

Muslim terbaik sebagaimana ditegaskan hadits di atas adalah mereka yang mampu menjaga lisan, mampu menahan diri dan perbuatannya untuk tidak menyakiti orang lain, tidak menzalimi dan menganiaya makhluk ciptaan-Nya. Mereka adalah profil individu yang mampu menciptakan ketenangan, kedamaian, dapat melestarikan alam ciptaan Allah serta menjaganya dari kerusakan. Seorang muslim sejati adalah mereka yang selamat di dunia dan akhirat dan mampu menyelamatkan orang lain.

Rasulullah mengibaratkan kehidupan seorang muslim bak lebah, yang hanya menghisap sari pati bunga yang cantik nan harum semerbak, hingga hanya menghasilkan sesuatu yang besar manfaatnya bagi manusia, yaitu madu. Makna implisitnya, seorang muslim di mana pun dia berada dan kapan pun harus memberi manfaat bagi lainnya, tidak menjadi sampah dan parasit yang merugikan.

Muslim yang paling baik adalah mereka yang bermanfaat bagi orang lain. Kehadirannya selalu dinantikan, kebaikannya selalu diberikan kepada siapa saja tanpa pandang bulu, senang membantu yang susah tanpa pamrih. Karena itu orang selalu mendambakan dan selalu aman hidup bersamanya.

Dalam konteks lain, Rasulullah menjelaskan bahwa muslim yang baik adalah mereka yang panjang usianya kemudian banyak beramal salih. Hari demi hari selalu diisi dengan prestasi ibadah yang tiada henti. Di samping itu, Al-Qur’an telah menjelaskan secara jelas bahwa kriteria umat terbaik ialah mereka yang mampu menegakkan amar makruf nahi mungkar dan beriman kepada Allah.

Maka, mari kita bangkit dari keterpurukan. Kita harus mampu tampil menjadi individu yang bermanfaat. Memiliki kasih sayang kepada makhluk ciptaan Allah, mampu menjadi panutan, menebar kebaikan, banyak beribadah, bertakwa kepada Allah, dan memiliki komitmen untuk menegakkan amar makruf nahi mungkar. (www.ustadzmuis.blogspot.com )