Wednesday, April 7, 2010

TIGA AGENDA PENYESATAN UMAT

Oleh: Abu Najib Abdillah

Para agen liberal di negeri ini, punya tiga agenda besar untuk menjauhkan umat Islam dari ajaran agamanya. Tidak tanggung-tanggung, mereka disokong penuh oleh para donatur dari Barat. Bagaimana kita bersikap?

Liberalisasi Islam di Indonesia, secara sistematis telah dijalankan sejak 40 tahun yang lalu. Tepatnya pada awal tahun 1970-an. Secara umum ada tiga bidang penting dalam ajaran Islam yang menjadi sasaran liberalisasi, yaitu (1) liberalisasi bidang akidah, dengan penyebaran pluralisme agama, (2) liberalisasi bidang syariah, dengan melakukan perubahan metodologi ijtihad, dan (3) liberalisasi konsep wahyu, dengan melakukan dekonstruksi terhadap Al-Qur'an.

Di antara strategi orang-orang liberal yang paling menonjol untuk menyesatkan umat Islam, ada tiga hal, yaitu:

1.Liberalisasi akidah Islam

Liberalisasi akidah Islam dilakukan dengan cara menyebarkan paham pluralisme agama. Paham ini menyatakan bahwa semua agama adalah jalan yang sama-sama sah menuju Tuhan yang sama. Jadi, menurut penganut paham ini, semua agama adalah jalan yang berbeda-beda menuju Tuhan yang sama.

Penyebaran paham ini sudah sangat meluas. Dilakukan oleh para tokoh, cendekiawan, dan para pengasong ide-ide liberal. Berikut ini di antara pernyataan mereka.

Ulil Abshar Abdalla mengatakan, "Semua agama sama. Semuanya menuju jalan kebenaran. Jadi, Islam bukan yang paling benar." (Majalah Gatra, 21 Desember 2002). Ia juga mengatakan, "Larangan beda agama, dalam hal ini antara perempuan Islam dengan lelaki non-Islam, sudah tidak relevan lagi." (Kompas, 18/11/2002).

Pada edisi sebelumnya, masalah ini sudah dibahas secara detail. Ringkasnya, ini adalah paham syirik modern yang jelas bertentangan dengan firman Allah, "Barang siapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu ) darinya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi." (Ali Imran: 85).
Demikian pula, bertentangan dengan sabda Rasulullah, “Demi Dzat yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya. Tidak seorang pun dari kalangan umat ini yang mendengarkan tentang (kenabian) aku, baik dari kalangan Yahudi maupun Nasrani kemudian dia tidak beriman terhadap apa yang aku bawa kecuali ia termasuk penduduk neraka.” (HR Muslim).

2. Liberalisasi Al-Qur'an

Cara lain untuk mengaburkan kebenaran ajaran Islam ialah dengan dekonstruksi kitab suci atau mengkritik Al-Qur'an. Di kalangan Yahudi dan Kristen, fenomena ini sudah berkembang pesat. Pesatnya studi kritis Bible itu telah mendorong kalangan Kristen-Yahudi untuk "melirik" Al-Qur'an dan mengarahkan hal yang sama terhadap Al-Qur'an.
Hampir satu abad lalu, para orientalis dalam bidang studi Al-Qur'an bekerja keras untuk menunjukkan bahwa Al-Qur'an adalah kitab yang bermasalah sebagaimana Bible. Mereka berusaha keras untuk meruntuhkan keyakinan kaum muslimin bahwa Al-Qur'an adalah kalamullah, bahwa Al-Qur'an adalah satu-satunya kitab suci yang bebas dari kesalahan.

Anehnya, saat ini suara-suara yang menghujat Al-Qur'an justru lahir dari lingkungan perguruan tinggi Islam. Mereka menjiplak dan mengulang-ulang apa yang dahulu pernah disuarakan para orientalis.

Contohnya adalah yang ditulis dalam buku Menggugat Otentisitas Wahyu, hasil tesis master di Universitas Islam Negeri Yogyakarta yang ditulis oleh Aksin Wijaya. Secara terang-terangan ia menhujat isi Al-Qur'an. Ia menulis, "…. Karena itu, kini kita diperkenankan bermain-main dengan Mushaf tersebut, tanpa ada beban sedikit pun, beban sakralitas yang melingkupi perasaan dan pikiran kita." (Aksi Wijaya, Menggugat Otentisitas Wahyu Tuhan [Yogyakarta: Safiria Insania Press, 2004], hlm. 123).

3. Liberalisasi Syariat Islam

Inilah aspek yang paling banyak muncul dan menjadi pembahasan dalam bidang liberalisasi Islam. Hukum-hukum Islam yang sudah pasti dibongkar dan dibuat hukum baru yang dianggap sesuai dengan perkembangan zaman. Salah satu hukum yang banyak dijadikan objek liberalisasi adalah hukum dalam bidang keluarga. Misalnya, dalam masalah perkawinan antar-agama, khususnya antara muslimah dengan laki-laki non-muslim.

Salah satu contohnya ialah karya kaum liberal di Paramadina dalam merombak hukum Islam. Dalam buku Fiqih Lintas Agama ditulis, "…. bahwa wanita Muslim boleh menikah dengan laki-laki non-Muslim, atau pernikahan beda agama secara lebih luas amat diperbolehkan, apa pun agama dan aliran kepercayaannya." (Mun'im Sirry (ed), Fiqih Lintas Agama [Jakarta: Paramadina & The Asia Foundation, 2004], hlm. 164).

Padahal, Al-Qur'an menjelaskan, "Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun Dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman…. (Al-Baqarah: 221).

Maka, sudah sewajarnya kita mewaspadai ketiga cara penyesatan tersebut. Ya Allah, tunjukilah kami ke jalan yang lurus. (Diikhtisar dari Liberalisasi Islam di Indonesia, tulisan Adian Husaini)

Monday, March 1, 2010

Belajar dari Dakwah Aa Gym

Pendahuluan

Sesungguhnya, dari dahulu hingga sekarang setiap rasul memiliki dua tugas yang sama, yaitu menyerukan tauhid dan menjauhi thaghut. Tugas mulia tersebut kemudian dilanjutkan oleh para ulama, kiayi, mubalig, dan dai.

Kedua tugas tersebut dijelaskan Allah dalam firman-Nya:
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولاً أَنِ اُعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan), ‘Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah thaghut itu.’" (An-Nahl: 36).

Ibnu Katsir menafsirkan bahwa seluruh rasul yang diutus Allah menyeru manusia untuk beribadah kepada Allah dan melarang mereka dari ibadah kepada selainnya. Sementara itu, menurut Al-Qurthubi, yang pertama ayat tersebut berisi perintah untuk menyembah Allah serta mentauhidkannya dan yang kedua berisi perintah untuk meninggalkan semua sesembahan selain Allah, seperti setan, dukun, berhala, dan semua yang menyeru pada kesesatan.

Jika dihubungkan dengan surat Al-Ashr ayat 1-5, maka setiap Muslim memiliki empat kewajiban. Yaitu, berilmu, mengamalkan ilmu, mendakwahkan ilmu, dan bersabar dalam ketiganya.

Dakwah sendiri memiliki beberapa manfaat, yakni tiada orang yang lebih baik perkataannya dibandingkan orang yang mengajak kepada agama Allah, orang yang berdakwah mendapat predikat orang yang beruntung, dan orang yang berdakwah akan mendapat pahala seperti pahala orang yang mengikutinya.

Oleh karena itu, dakwah ini tidak hanya menjadi tugas para dai, tetapi juga tugas bagi setiap Muslim kapan saja dan di mana saja, baik secara individu maupun berjamaah.

Bertolak dari sini, dalam tulisan ini penulis akan mengkaji fenomena dakwah Abdullah Gymnastiar atau yang populer dengan sebutan Aa Gym. Fokus tulisan ini adalah pada pemaparan dan analisa terhadap dua unsur dakwah, yaitu Aa Gym sebagai dai dan tema manajemen kalbu sebagai prioritas tema yang disampaikan kepada masyarakat.

Konsep Dakwah Aa Gym

Aa Gym lahir dengan nama asli Yan Gymnastiar di Bandung, pada tanggal 29 Januari 1962. Ketika berangkat haji pada tahun 1987 ia mendapat nama tambahan Abdullah. Selanjutnya, orang banyak memanggilnya dengan Aa (Sunda: kakak) Gym.

Semangat belajar agama Aa Gym banyak terinspirasi oleh adiknya, Agung Gun Martin, yang meskipun lumpuh, tapi memiliki keimanan yang lebih kuat. Semangat tersebut lebih kuat setelah Aa Gym mimpi bertemu dengan Rasulullah.

Sesudah belajar dan mulai memahami agama, ada kerinduan yang aneh di hati Aa Gym, yaitu semangat untuk shalat berjamaah tepat waktu. Di samping itu, ia juga sering menangis dan hatinya bergetar ketika mendengar nama Allah serta menyendiri di masjid.

Hal itu ia lanjutkan dengan berkelana mencari ilmu dan guru ngaji. Di antara ustadnya ialah KH. Junaidi dari Garut dan KH Choer Affandy dari Tasikmalaya. Seiring dengan bertambahnya ilmu agama, Aa Gym mulai mengembangkan dakwahnya.

Dakwah pertama kali yang ia lakukan ialah dakwah pada diri sendiri, keluarga, dan lingkungan rumah. Dakwah di lingkungan rumah ini ia mulai di masjid At-Taqwa, yang tepat berada di depan rumah orang tuanya. Ia juga mengadakan pengajian di rumah orang tuanya. Tidak hanya itu, dakwah tersebut juga ia lakukan di rumah kontrakannya. Setelah itu, Aa Gym melanjutkan dakwahnya ke seantero kota dan selanjutnya untuk Indonesia secara lebih luas.

Dalam perkembangan selanjutnya, Aa Gym akhirnya mendirikan Pesantren Daarut Tauhiid (DT) yang diharapkan bisa menjadi miniature realita bagaimana Islam bisa menjadi solusi bagi lingkungannya. Pesantren tersebut sengaja didesain menjadi pesantren yang benar-benar berbaur dengan masyarakat atau dikenal dengan konsep tanpa batas (virtual).

Daarut Tauhiid juga diupayakan menjadi sebuah percontohan lembaga mandiri yang tidak bergantung pada sumbangan dari umat, tetapi malah sebaliknya bisa menjadi lembaga yang menyantuni sebagian umat. Di antara amal usaha yang dilakukan untuk menunjang hal itu ialah dengan mendirikan super mini market, Cottage Daarul Jannah, dan Cafe Daarul Jannah.

Dalam perjalan dakwahnya, Aa Gym mengembangkan dan menggunakan tiga konsep yang dikenal dengan 3 M, yaitu:
1.Mulailah dari diri Sendiri
Menurut pandangan Aa Gym, seseorang tidak bisa mengubah orang lain tanpa diawali dengan mengubah diri sendiri. Jika diawali dengan diri sendiri maka setiap perkataan akan menjadi kekuatan yang menggugah dan merubah.

2.Mulailah dari hal yang kecil.
Menurut Aa Gym, sesuatu yang besar adalah rangkaian dari yang kecil. Kalau seseorang belum bisa melakukan sesuatu yang besar, hendaklah ia melakukan sesautu yang kecil. Sebab orang yang terbiasa melakukan sesuatu yang kecil maka Allah akan memberikan kesempatan untuk melakukan hal yang besar dengan cara yang terbaik.

3.Mulailah dari saat ini.
Artinya, siapa pun tidak tahu apakah ia masih memiliki waktu atau tidak, Allah-lah yang Mahatahu ajal manusia. Oleh karena itu, hendaknya seseorang memanfaatkan setiap kesempatan agar efektif menjadi kebaikan.

Aa Gym juga mengembang beberapa konsep yang ia kembangkan dalam dakwahnya, yang dikenal dengan manajemen qolbu. Di antara konsep tersebut ialah konsep dalam manajemen konflik 3 S, yaitu:
1.Semangat bersaudara
2.Semangat mencari solusi
3.Semangat maslahat bersama.

Demikianlah konsep dakwah yang dikembangkan oleh Aa Gym dengan Daarut Tauhiid dan manajemen qolbunya. Diharapkan kaum Muslim dapat mengambil manfaat dari konsep tersebut, tentunya dengan memerhatikan kelebihan dan kekurangannya.

Dakwah Aa Gym berkembang pesat ke seluruh pelosok Indonesia dengan bantuan media massa. Dia tidak hanya dikenal di kota Bandung, tapi juga di kota-kota besar lainnya. Pada waktu itu, dia sering mendapatkan kesempatan untuk menyampaikan konsep dakwahnya melalui media masa nasional, baik cetak maupun elektronik. Materi dakwah yang dia sampaikan fokus pada manajemen qolbu untuk perbaikan pribadi dan masyarakat.

Dakwah untuk Kamera Tak Bertahan Lama

Aa Gym mengakui bahwa dakwah di televisi bukan hal yang mudah. Dakwah tersebut harus dipertanggungjawabkan dunia akhirat. Dia bahkan takut tampil jika tidak dengan kesiapan hati dan ilmu memadai. Aa Gym menyadari bahwa dakwahnya dulu tidak apa adanya. Banyak hal yang disesuaikan dengan kebutuhan kamera alias televisi, atau sutradara. Sekarang Aa tidak mau lagi.

Menurut Aa Gym, dakwah di televisi penuh dengan rakayasa yang bisa membuat kemasannya kurang bermanfaat. Hal itu karena televisi membutuhkan sesuatu yang menarik untuk ditonton. Di situlah ujian kelapangan, pujian, dan penghormatan menghampiri dai yang naik daun seperti dirinya. Maka, wajar saja jika banyak dai yang berdakwah lewat telivisi tidak mampu menghadapi ujian tersebut. Bahkan, tak sedikit yang terjebak dalam salah tujuan dan kemunafikan.

Surutnya dakwah Aa Gym di televisi bermula ketika media massa memberitakan kisah poligaminya dengan seorang janda bernama Alfarini Eridani. Pasca berita tersebut, Aa Gym seakan hilang ditelan bumi. Belakangan dia jarang tampil di televisi dan media cetak lainnya. Pemberitaan media yang bertubi-tubi itu melahirkan stigma yang salah soal poligami. Berbagai hujatan tertuju padanya, terutama dari ibu-ibu yang selama ini menjadi penggemarnya.

Evaluasi Perjalanan Dakwah

Setelah dakwah Aa Gym surut, dia mengevaluasi perjalanan dakwahnya yang telah berlangsung selama 22 tahun. Salah satu hasilnya, dia harus hati-hati terhadap apa yang disampaikan dan jangan sampai bersifat munafik. Yakni, menyampaikan kepada orang lain, tapi dirinya sendiri tidak mengamalkannya. Apa yang keluar dari mulut, harus sesuai dengan apa yang ada di hati.

Aa Gym memandang bahwa ukuran sukses bukanlah terkenal dan dipuji. Menurutnya, sukses seperti itu justru cobaan yang lebih berbahaya. Sadar akan kekhilafan yang dilakukan dalam dakwah sebelumnya, Aa Gym pun bertafakur memuhasabah diri. Ada dua hal yang dia evaluasi. Pertama, memeriksa niat; apakah sesuai antara yang disampaikan dengan yang dilakukan. Apakah selama ini ada tujuan selain Allah? Kedua, memeriksa kemunafikan; apakah selama ini ada sifat-sifat munafik yang bersemayam dalam diri? Bisa jadi selama ini dirinya banyak pura-pura dalam berdakwah.

Jika dulu Aa Gym fokus memperbaiki umat, maka dia sekarang lebih fokus memperbaiki diri. Tema dakwah yang disampaikan Aa Gym pun berubah. Dahulu akhlak dan sekarang tauhid. Dia menuturkan, “Kalau tauhid sudah kokoh, akhlak akan keluar dengan sendirinya. Akhlaknya juga murni, tidak dibagus-baguskan karena orang. Kita baik karena ingin orang lain baik. Kita senyum karena ingin dianggap rama. Ini bukan termasuk akhlakul karimah.”

Aa Gym juga mengevaluasi bahwa Darut Tauhiid itu diawali dengan keyakinan yang kuat kepada Allah. Tapi, ketika Allah menguji dengan popularitas, banyaknya tamu, dan melimpahnya uang, tauhidnya pun bergeser.

Analisa

Pemaparan di atas menunjukkan bahwa dakwah yang dilakukan untuk mengejar popularitas tidak akan bertahan lama. Dakwah semacam itu tidak mampu memberi pengaruh yang signifikan bagi perbaikan individu dan masyarakat. Tujuan dan orientasi dakwah Aa Gym dengan manajemen qalbunya yang memprioritaskan perbaikan akhlak daripada tauhid ternyata menurut fikih dakwah hal itu sudah melenceng.
Seharusnya, tujuan dan orientasi dakwah yang dipegang oleh Aa Gym tidak boleh lepas dari tiga hal berikut ini.

1.Membangun masyarakat Islam sebagaimana para rasul yang memulai dakwahnya di kalangan masyarakat jahiliyah. Para rasul itu mengajak manusia untuk memeluk agama Allah, menyampaikan wahyu Allah kepada kaumnya, dan memperingatkan mereka dari syirik kepada Allah.
2.Dakwah dengan melakukan perbaikan pada masyarakat Islam yang terkena musibah berupa penyimpangan dan tampak di dalamnya sebagian dari kemungkaran-kemungkaran, serta diabaikannya kewajiban-kewajiban oleh masyarakat tersebut.
3.Memelihara keberlangsungan dakwah di kalangan masyarakat yang telah berpegang pada kebenaran, yaitu dengan pengajaran terus-menerus, tadzkir (pengingatan), tazkiyah (penyucian jiwa), dan ta’lim (pendidikan).

Setiap dai harus selalu berpegang pada ketiga tujuan dakwah ini, yaitu menyerukan tauhid, memperbaiki penyimpangan yang terjadi di masyarakat, dan memelihara keberlangsungan dakwah. Ketiga hal ini saling berkait dan tidak boleh diabaikan salah satunya.

Berdasarkan pemaparan di atas, diketahui bahwa Aa Gym menyadari kekeliruannya dalam masalah pokok ini. Dia bahkan berpesan kepada para dai muda yang sedang naik daun untuk berhati-hati terhadap jebakan popularitas, penghargaan, pujian, dan penghormatan. Menurutnya itu bukan tanda kesuksesan melainkan cobaan yang besar dan sangat merusak bagi dirinya. Jika mereka tidak berhati-hati bisa berbahaya.

Salah satu sebab kegagalan dakwah Aa Gym terhadap masyarakat luas adalah tidak terpenuhinya faktor-faktor keberhasilan dakwah yang meliputi 5 hal. Kelima hal tersebut adalah pemahaman yang rinci, keimanan yang dalam, kecintaan yang kokoh, kesadaran yang sempurna, dan kerja yang kontinu.

Adapun secara personal, pada diri Aa Gym belum melekat sifat-sifat dai yang hakiki. Hal ini diakuinya sendiri bahwa dakwahnya dahulu disesuaikan dengan kebutuhan kamera atau sutradara. Padahal, pada seorang dai harus melekat delapan sifat pokok, yaitu amanah (terpercaya), shidq (jujur), ikhlas, rahmah (kasih sayang), lemah lembut, santun, sabar, perhatian terhadap obyek dakwah, tsiqah (komit), dan wa’iy (sadar).
Setiap dai hendaknya benar-benar memahami tabiat jalan dakwah. Jalan dakwah tidak ditaburi bunga-bunga harum, tetapi merupakan jalan sukar dan panjang. Sebab, antara hak dan batil ada pertentangan nyata. Dakwah memerlukan kesabaran dan ketekunan memikul beban berat.

Berkaitan dengan metode dakwah yang tampak dibagus-baguskan di depan kamera, maka seorang dai perlu sadar bahwa melaksanakan tugas dakwah di tengah masyarakat tentu tidak cukup hanya dengan retorika dan kefasihan mengucapkan berbagai dalil agama. Justru yang lebih penting dalam kegiatan dakwah adalah keteladanan dari juru dakwah itu sendiri. Dakwah akan lebih efektif dan membuahkan hasil yang maksimal manakala juru dakwah bisa mewujudkan satunya kata dengan tindakan. Kalau juru dakwah hanya pandai bermain retorika, tapi tidak sesuai dengan tindakan, akan membuat masyarakat enggan untuk mengikutinya. Untuk itu, kata kunci dari keberhasailan dakwah adalah keteladanan.

Fenomena lain yang tidak ideal dalam dakwah Aa Gym adalah dalam prioritas tema yang disampaikan. Aa Gym selalu menekankan dakwahnya pada tema pembentukan akhlak mulia dan mengabaikan masalah tauhid. Ini jelas tidak bisa dibenarkan.

Sesungguhnya, perbaikan umat dan masyarakat akan selalu dimulai dari perbaikan pribadi, dan perubahan pribadi dimulai dari perubahan diri yang diawali dari sisi-sisi hatinya. Perbaikan jiwa ini akan terjadi dengan adanya keimanan yang mantap dan penjernihan yang terus menerus. Adapun jika jiwa tetap berada dalam kubangan kerusakan dan kesesatannya, maka tidaklah ada gunanya perubahan undang-undang, dan tidak ada guna pula perubahan keputusan-keputusan, tidak pula kekuatan polisi.

Perlu dicatat bahwa bagian awal yang menjadi bagian dari perubahan yang ada dalam jiwa adalah perubahan akidah yang menggambarkan pandangan manusia secara keseluruhan terhadap wujud, serta sikap mereka terhadap makhluk dan khalik, pada materi dan ruh, dunia dan akhirat, yang gaib dan yang nyata. Jadi, perbaikan akidah, pengokohan, dan pemantapannya adalah satu hal paling mendasar untuk terjadinya sebuah perubahan yang ada dalam jiwa.


Penutup

Dari pemaparan di atas, kita bisa melihat bagaimana konsep dan fenomena dakwah Aa Gym. Konsep tersebut dalam batas-batas tertentu terbukti telah berhasil dalam mengembangkan dakwah dan masyarakat di Indonesia. Meskipun akhir-akhir ini citra Aa Gym menurun setelah berpoligami, namun kita harus tetap melihat konsep dakwahnya secara objektif.

Dilihat dari unsur-unsur dakwah, Aa Gym adalah seorang dai yang memiliki kelebihan sekaligus kekurangan. Sebagai manusia, ia juga bisa khilaf dan hatinya condong ketika diuji dengan popularitas dan harta yang berlimpah. Saat itulah dakwahnya mulai melenceng dari tujuan semula.

Adapun dilihat dari unsur dakwah yang lain, yakni maudhu’ atau tema, tema dakwah Aa Gym lebih memprioritaskan akhlak daripada tauhid. Akibatnya, akhlak mulia yang terbangun adalah palsu dan tidak ikhlas keluar dari hati. Seharusnya, tema dakwah yang menjadi prioritas untuk disampaikan adalah masalah tauhid karena ia merupakan kunci perubahan yang ada dalam jiwa.




Daftar Pustaka

Abdullah Gymnastiar. 2006. Aa Gym Apa Adanya. Bandung: MQ Khas.
Abdullah Gymnastiar. 2006. Jagalah Hati. Bandung: MQ Khas.
Ali bin Nayif Asy-Syuhud. 2009. Shahih Fadhilah Amal. Solo: Aqwam.
Al-Qur’an dan Terjemahnya, Depag RI
Hamdan Daulay. 2001. Dakwah di Tengah Persoalan Budaya dan Politik. Yogyakarta: LESFI.
Jum’ah Amin Abdul Aziz. 2000. Fikih Dakwah, Prinsip dan Kaidah Asasi dalam Dakwah. Solo: Era Intermedia.
Musythafa Masyhur. 2001. Fikih Dakwah. Jakarta: Al-I’tisham cahaya umat.
Musthafa Malaikah. 2001. Manhaj Dakwah Yusuf Al-Qaradhawi, Harmoni Antara Kelembutan dan Ketegasan. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.
Suara Hidayatullah, edisi 06, XXII, Oktober 2009, hal. 43
www.altafsir.com

Wednesday, February 24, 2010

Pluralisme Agama: Meracuni Akidah Umat

Oleh: Fahrur Mu'is

Akhir-akhir ini, muncul sebuah istilah syirik modern yang bernama pluralisme agama. Paham tersebut banyak diajarkan di berbagai universitas Islam di negeri ini. Kini, bahkan kaum kafir liberal mulai menyebarkannya ke ormas-ormas Islam. Lalu, bagaimana kita bersikap?

Pluralisme agama adalah paham yang menganggap bahwa semua agama adalah jalan yang sama-sama sah menuju Tuhan yang sama. Ringkasnya, menurut penganut paham ini, semua agama adalah jalan yang berbeda-beda menuju Tuhan yang sama. Mereka juga berpendapat bahwa agama adalah persepsi manusia yang relatif terhadap Tuhan yang mutlak. Sehingga karena kerelatifannya, maka setiap pemeluk agama tidak boleh mengklaim atau meyakini bahwa agamanya lebih benar atau lebih baik dari agama lain; atau mengklaim bahwa hanya agamanya sendiri yang benar.

Dari pemikiran ini, maka muncul sebuah pemahaman kacau yang meracuni akidah umat ini. Yakni, untuk menuju Tuhan bisa dilakukan dengan cara apa saja. Syariat dipandang sebagai hal yang tidak penting, sekadar taknis atau cara menuju Tuhan, sedangkan yang penting adalah aspek batin. Karena itu, cara ibadah kepada Tuhan dianggap sebagai masalah 'teknis' atau soal 'cara' yang secara teknis memang berbeda-beda, namun intinya dianggap sama.

Meracuni Umat Islam

Penyebaran paham pluralisme merupakan proyek global yang melibatkan kepentingan dan dana sangat besar. Penyebaran paham ini dibiayai oleh LSM-LSM Barat yang secara aktif dan sistematis menyusup ke lembaga-lembaga atau organisasi-organisasi Islam. Tulisan-tulisan yang mengusung paham pluralisme agama dalam bentuk artikel, jurnal, dan buku, telah masuk ke perguruan tinggi Islam, pondok pesantren, dan ormas Islam di Indonesia.
Dalam pandangan Islam, paham pluralisme agama adalah racun yang melemahkan keyakinan dan kebenaran akan Islam. Islam tegak di atas syahadat: Tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah dan Muhammad adalah utusan Allah. Jadi, Islam bukan hanya percaya kepada Allah, tetapi juga mengakui kebenaran kerasulan Nabi Muhammad.

"Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam…" (Ali Imran: 19).

Allah memberitahukan bahwa tidak ada agama yang diterima di sisi-Nya dari seseorang kecuali agama Islam. Hal itu dilakukan dengan cara mengikuti ajaran para rasul yang mereka bawa dari Allah pada setiap waktu hingga pintu kerasulan ditutup oleh Nabi Muhammad. Dengan diutusnya beliau, seluruh jalan menuju Allah ditutup, kecuali melalui Nabi Muhammad. Sehingga, siapa yang menemui Allah dengan selain syariat Nabi Muhammad maka dia tidak diterima. (Lihat Tafsir Ibni Katsir, Surat Ali Imran, ayat 19). Ini sebagaimana firman Allah:

"Barang siapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu )darinya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi." (Ali Imran: 85).

Dalam Tafsir Al-Baghawi, disebutkan bahwa ayat ini turun berkaitan dengan 12 laki-laki yang murtad dari Islam. Mereka keluar dari Madinah menuju Mekah dalam keadaan kafir. Di antara mereka ada yang bernama Al-Harits bin Suwaid Al-Anshari.

Ayat ini menjelaskan bahwa siapa saja yang tidak memeluk agama yang diridhai Allah, yaitu Islam, maka amalnya tertolak: tidak diterima. Sebab, agama Islam adalah agama yang menjamin untuk berserah diri kepada Allah serta ikhlas dan tunduk kepada para rasul-Nya. Tanpa Islam, seorang hamba tidak bisa selamat dari siksa Allah dan mendapatkan pahala dari-Nya. (Lihat Tafsir As-Sa'di, Surat Ali Imran, ayat 85).

Dalam ayat lain, Allah juga menegaskan, "Sesungguhnya orang-orang kafir yakni ahli kitab dan orang-orang musyrik (akan masuk) neraka Jahanam; mereka kekal di dalamnya. Mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk." (Al-Bayyinah: 6).

Berkaitan dengan orang yang hidup setelah diutusnya Nabi Muhammad, beliau bersabda, "Demi Dzat yang menguasai jiwa Muhammad, tidak ada seorang pun baik Yahudi maupun Nashrani yang mendengar tentang diriku dari umat Islam ini, kemudian ia mati dan tidak beriman terhadap ajaran yang aku bawa kecuali ia akan menjadi penghuni neraka." (HR Muslim).

Keempat dalil tersebut dengan sangat jelas mengharamkan paham pluralisme agama yang menganggap semua agama adalah jalan yang berbeda-beda menuju Tuhan yang sama. Yang benar, hanya agama Islamlah satu-satunya jalan untuk menuju kepada Allah, Rabb semesta alam. Jadi, semua agama selain Islam adalah batil dan tidak benar. Inilah yang dijelaskan dalam Al-Qur'an dan hadits Nabi. (www.ustadzmuis.blogspot.com)

Thursday, January 21, 2010

LAYAR KACA AJARKAN ZINA

Oleh: Fahrur Mu'is

Fenomena ‘tak laku-laku’ di kalangan generasi muda Islam, mengakibatkan mereka ikut-ikutan dalam cara-cara yang dilarang agama. Bagaimana Islam memberi solusi?


Lagi-lagi, televisi menyuguhkan tayangan yang tak mendidik generasi muda. Tayangan itu adalah Take Me Out dan Take Him Out Indonesia. Tayangan tersebut merupakan bentuk kontak jodoh jenis baru yang diadopsi dari Amerika dan sudah ditayangkan juga di empat negara Eropa, yaitu Spanyol, Belanda, Denmark, dan Inggris.

Dalam Take Me Out misalnya, satu lelaki disuguhi sekitar 24 wanita. Penampilan mereka mengumbar aurat. Sang lelaki pun disuruh mengeluarkan daya pikatnya. Jika ada yang tertarik, maka pada malam itu juga keduanya resmi menjadi pasangan.

Dua jenis acara tersebut tidak mendidik dan jauh dari nilai-nilai Islam. Yang lebih parah lagi, tayangan tersebut menjadi konsumsi generasi muda. Apa jadinya jika generasi Islam menjadi seperti mereka?

Bagi orang yang tidak mengindahkan ajaran agama, mungkin tak melihat ada yang salah dari acara ini. Tapi, kalau dilihat dari kaca mata agama, kita akan menemukan hal-hal yang tidak sesuai dengan ajaran Islam. Apa itu?

1.Acara ini seperti mengundi nasib dalam memilih jodoh. Siapa yang tidak suka mematikan lampu dan yang suka tetap menyalakan lampu. Pria atau wanita tidak dapat menentukan pasangannya, melainkan diserahkan pada para peserta.

2.Peserta lebih banyak melihat figur calon pasangannya dari bentuk fisik tubuh dan harta, tanpa melihat agama dan akhlaknya.

3.Komentar-komentar peserta kepada calon pasangannya sering merendahkan harga diri.

4.Berpegangan, pelukan, dan sebagainya menjadi bagian dari peserta yang mendapat pasangan. Ini jelas haram hukumnya.

5.Bagi yang sudah dapat pasangan, akan disediakan ruangan untuk berduaan agar lebih mengenal satu sama lain.

6.Di luar acara, para peserta yang sudah dapat pasangan akan dipantau terus proses pacaran dan status hubungannya.

7.Acara ini tidak menjamin seseorang yang sudah mendapat pasangan untuk menikah.

Bagaimana kita memilih pasangan?

Menurut Islam, mencari istri atau suami tujuannya adalah untuk membina rumah tangga yang sakinah, mawadah, wa rahmah, dan bernilai ibadah. Tentunya ada rambu-rambu yang sudah ditentukan. Bagaimana Islam mengajarkan?

1. Pilih yang shalih atau shalehah

Jauh-jauh hari, Nabi telah menasihati siapa saja yang ingin menikah. Kata Nabi:

تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ ِلأَرْبَعٍ لِمَالِهَا وَلِحَسَبِهَا وَجَمَالِهَا وَلِدِينِهَا فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّينِ تَرِبَتْ يَدَاكَ
”Wanita itu dinikahi karena empat hal, yaitu karena hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan karena agamanya. Maka pilihlah wanita yang beragama, niscaya engkau akan beruntung.” (HR Bukhari Muslim).

Dari sini kita tahu bahwa keshalihan calon pasangan harus menjadi pertimbangan yang paling utama. Wanita yang cantik, kaya, dan dari keturunan mulia, misalnya, jika tidak shalehah maka Islam tidak menganjurkan untuk menikahinya.


2. Pilih yang berakhlak mulia

Tuntunan kedua dalam memilih pasangan menurut Islam adalah mengutamakan calon yang memiliki akhlak mulia. Rasulullah bersabda:

إِذَا أَتَاكُمْ مَنْ تَرْضَوْنَ خُلُقَهُ وَدِينَهُ فَزَوِّجُوهُ إِلاَّ تَفْعَلُوا تَكُنْ فِتْنَةٌ فِي اْلأَرْضِ وَفَسَادٌ عَرِيضٌ
”Apabila datang kepada kalian orang yang kalian sukai akhlak dan agamanya maka nikahkanlah dia. Jika tidak kalian lakukan maka akan terjadi fitnah (petaka) dan kerusakan yang besar di bumi.” (HR Tirmidzi dan Ibnu Majah).

Akhlak yang baik adalah tanda keimanan. Ia juga dapat melindungi seseorang dari berbuat sesuatu yang menyakiti teman hidupnya. Tanpa akhlak yang mulia, hubungan suami-istri tidak akan terjalin dengan baik. Rumah tangga pun tak akan bahagia karena keduanya akan saling merendahkan satu sama lainnya.

Selain kedua syarat utama tersebut, orang yang mencari pasangan juga diperbolehkan untuk memperhatikan kecantikan, nasab, pendidikan, latar belakang, dan kedekatan sifat calon pasangannya. Namun, yang dijadikan patokan dalam mengambil keputusan untuk menikah tetap agama dan akhlaknya.

Setelah ada calon pasangan yang dipilih, Islam menganjurkan kita untuk segera melamarnya. Hal itu sebagai langkah konkret menuju pernikahan. Selama belum terjadi akad nikah, kedua calon pasangan statusnya masih non-mahram. Islam melarang keduanya untuk kencan dan pacaran. Apalagi berduaan, bersentuhan, dan melihat auratnya.

Perlu kita ingat bahwa keluarga adalah pondasi yang mendasari bangunan masyarakat. Bila bangunan ini berdiri di atas pondasi yang kokoh, niscaya pernikahan itu akan menjadi pernikahan yang sukses. Masyarakat yang sukses merupakan buah dari pernikahan yang sukses. Sudah tentu, gagalnya pernikahan—akibat memilih pasangan karena fisik dan hartanya, bukan karena agama dan akhlaknya—menyebabkan kerugian moril dan materil yang besar bagi individu dan masyarakat. (www.ustadmuis.blogspot.com).

Saturday, January 9, 2010

MENJADI MUSLIM TERBAIK

Oleh: Abu Najib Abdillah Fahrur Mu'is

Sebagai pemeluk Islam, tak salah jika kita merenungkan tentang kualitas keimanan dan keislaman yang kita miliki saat ini. Bahkan, renungan seperti ini lazimnya selalu bergejolak dalam diri kita supaya mampu tampil menjadi yang terbaik di sisi Allah. Hal ini merupakan sebuah keniscayaan. Karena, sering kali, mayoritas umat ini telah merasa cukup dan merasa puas terhadap ibadah yang telah dilakukannya. Atau, karena faktor lingkungan yang sudah terkondisikan sedemikian rupa, sehingga timbul rasa malas dan enggan untuk melakukan muhasabah atas keimanan dan keislaman yang bersemayam dalam hati kita.

Telah kita pahami, bahwa iman selalu mengalami pasang surut. Iman bertambah dengan taat dan berkurang dengan maksiat. Oleh karena itu, Rasulullah memotivasi umatnya agar senantiasa memperbarui keimanan dengan cara menjalankan ibadah yang telah dianjurkan dalam Islam, yang sesuai dengan Al-Qur’an dan Sunnah.

Seorang muslim yang baik, seyogianya selalu meningkatkan kualitas ibadah yang dilakukannya. Rasulullah mengingatkan, "Barang siapa yang keadaan amalnya hari ini lebih jelek dari hari kemarin, maka ia terlaknat. Barang siapa yang hari ini sama dengan hari kemarin, maka ia termasuk orang yang merugi. Dan barang siapa yang hari ini lebih baik dari hari kemarin, maka ia termasuk orang yang beruntung." (HR. Bukhari).

Hadits di atas harus menjadi cambuk bagi kita untuk senantiasa giat beramal dan berupaya meningkatkannya setiap saat. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan jika dalam salah satu ayat Allah memerintahkan orang-orang yang beriman agar kembali beriman. Perintah ini menunjukkan bahwa keimanan yang dimiliki orang-orang beriman masih memiliki banyak kekurangan serta kelemahan, sehingga harus senantiasa dibenahi dan ditingkatkan lagi agar lebih baik dari sebelumnya.

Bentengi Diri dengan Iman

Perkembangan teknologi akhir-akhir ini, menjadikan dunia yang amat luas di era globalisasi ini menjadi sempit, mengecil, dan terbatas. Perubahan ini tentu saja berdampak positif dan negatif bagi kelangsungan hidup seorang muslim. Dampak negatif dari perubahan dan pergeseran zaman mampu mengguncang, menggeser, dan mengikis habis nilai-nilai moral dan iman. Bahkan, lebih jauh dari itu dapat menghancurkan masa depan dan peradaban manusia.

Oleh karena itu, seorang muslim harus membentengi diri dengan keimanan dan keislaman yang kuat. Tanpa iman yang kokoh kehidupan seorang muslim akan terombang-ambing dan bisa berujung pada kehancuran. Iman adalah pelita, yang menjadi penerang dan petunjuk pada jalan yang lurus.


Menjadi Muslim Terbaik

Perjalanan waktu harus memiliki arah positif bagi kaum muslimin, yaitu bagaimana kita mampu tampil ke depan, menjadi sosok individu yang saleh, dan mampu menjadi teladan dan panutan bagi orang lain. Seorang sahabat pernah bertanya kepada Rasulullah, "Muslim bagaimana yang paling baik itu?" Rasul menjawab, "Yaitu seorang muslim yang membuat orang-orang muslim atau lainnya selamat dari gangguan, kejahatan lisan, dan tangannya." (HR Muslim).

Muslim terbaik sebagaimana ditegaskan hadits di atas adalah mereka yang mampu menjaga lisan, mampu menahan diri dan perbuatannya untuk tidak menyakiti orang lain, tidak menzalimi dan menganiaya makhluk ciptaan-Nya. Mereka adalah profil individu yang mampu menciptakan ketenangan, kedamaian, dapat melestarikan alam ciptaan Allah serta menjaganya dari kerusakan. Seorang muslim sejati adalah mereka yang selamat di dunia dan akhirat dan mampu menyelamatkan orang lain.

Rasulullah mengibaratkan kehidupan seorang muslim bak lebah, yang hanya menghisap sari pati bunga yang cantik nan harum semerbak, hingga hanya menghasilkan sesuatu yang besar manfaatnya bagi manusia, yaitu madu. Makna implisitnya, seorang muslim di mana pun dia berada dan kapan pun harus memberi manfaat bagi lainnya, tidak menjadi sampah dan parasit yang merugikan.

Muslim yang paling baik adalah mereka yang bermanfaat bagi orang lain. Kehadirannya selalu dinantikan, kebaikannya selalu diberikan kepada siapa saja tanpa pandang bulu, senang membantu yang susah tanpa pamrih. Karena itu orang selalu mendambakan dan selalu aman hidup bersamanya.

Dalam konteks lain, Rasulullah menjelaskan bahwa muslim yang baik adalah mereka yang panjang usianya kemudian banyak beramal salih. Hari demi hari selalu diisi dengan prestasi ibadah yang tiada henti. Di samping itu, Al-Qur’an telah menjelaskan secara jelas bahwa kriteria umat terbaik ialah mereka yang mampu menegakkan amar makruf nahi mungkar dan beriman kepada Allah.

Maka, mari kita bangkit dari keterpurukan. Kita harus mampu tampil menjadi individu yang bermanfaat. Memiliki kasih sayang kepada makhluk ciptaan Allah, mampu menjadi panutan, menebar kebaikan, banyak beribadah, bertakwa kepada Allah, dan memiliki komitmen untuk menegakkan amar makruf nahi mungkar. (www.ustadzmuis.blogspot.com )